Friday, January 09, 2015

Rasa untuk Sang Juara?

Rasa tidak perlu terungkap lewat aksara.
Endapkan, 
dan biarkan ia dewasa dengan sendirinya.

Walaupun rasa telah dikhianati,
dibohongi,
diacuhkan dari kebenaran hakiki dunia,
rasa akan tetap setia,
pada satu-satunya, 
pada sang juara,
yang sampai saat ini belum kudapati namanya.

Sang juara.
Ah, lelah aku membahasnya.
Ia sudah seringkali melipir sebentar,
atau dua bentar, atau tiga ribu bentar,
ke pikiranku yang sudah cukup gila dengan sendirinya.

Ia sudah seringkali memporakporandakan pikiranku.
Menjungkirbalikan hatiku.
Dia kriminal sekali, sungguh.
Dia patut dihukum.

Aku ingin tertawa sekarang.
Menertawakan diriku sendiri di cermin.
Diriku yang bersimbah air mata tiap Senin malam.
Diriku yang saat ini sudah pasti terlihat konyol sekali.

Aku memang kekanak-kanakan.
Mengharapkan sesuatu tak pada tempatnya.
Selalu begitu, siklus yang tak pernah ada akhirnya.
Sudah 3 kali,
ralat, sudah 5 kali maksudnya.
Ah, aku memang gila.

Romantisme-ku selalu payah.
Kebingungan menghabiskan rasanya kemana.
Juaranya selalu salah.
Rasanya selalu salah.
Atau memang aku yang salah.

xoxo
{Nabila}